Sidang pertama gugatan praperadilan atas penghentian penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi pengadaan sarana pembelajaran laboratorium bahasa pada Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Kabupaten Wajo, Sulsel rencananya akan digelar oleh Pengadilan Negeri Makassar (PN Makassar) pada Senin 25 November 2024.
Hal itu tercatat dalam Sistem Informasi Penanganan Perkara (SIPP) pada Pengadilan Negeri Makassar.
Pada SIPP PN Makassar itu juga nampak tercatat para pihak baik pemohon maupun termohon. Pemohon praperadilan dalam perkara bernomor 21/Pid.PRA/2024/PN.Mks tersebut, yakni Syamsuddin Hamid, SH dan termohon praperadilan masing-masing termohon satu Jaksa Agung Republik Indonesia cq. Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, termohon dua Jaksa Agung Republik Indonesia dan termohon tiga Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sebelumnya, para pegiat antikorupsi di Sulsel yang tergabung dalam Solidaritas Nasional Anti Korupsi dan Anti Makelar Kasus (SNAK MARKUS) resmi menyatakan telah mengajukan permohonan praperadilan atas penghentian penyidikan (SP3) dugaan korupsi pengadaan sarana pembelajaran laboratorium bahasa pada Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Kabupaten Wajo, Sulsel ke Pengadilan Negeri Makassar.
Di mana sebelumnya dalam kasus tersebut, telah menjerat 3 orang tersangka masing-masing inisial SA selaku Direktur CV. Istana Ilmu dan inisial AR selaku Ketua Panitia Pengadaan serta PA selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) saat itu.
“Iya kami sudah masukkan berkas permohonan praperadilan atas SP3 kasus tersebut oleh Penyidik Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sulsel ke Pengadilan Negeri Makassar (PN Makassar) pada Jumat 8 November 2024,” ucap Ketua Tim Kuasa Hukum Solidaritas Nasional Anti Korupsi dan Anti Makelar Kasus (SNAK MARKUS), Andi Jamal alias Om Betel via telepon, Minggu 10 November 2024.
Dalam permohonan gugatan praperadilan tersebut, kata dia, ada tiga pihak yang digugat atau bertindak selaku termohon praperadilan, masing-masing termohon satu Pemerintah Republik Indonesia cq Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia, termohon dua Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan termohon ketiga Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) cq Asisten Pidana Khusus Kejati Sulsel.
“Kita tentu sangat berharap nantinya Pengadilan Negeri Makassar memutuskan untuk menerima permohonan praperadilan kami dan menetapkan bahwa penghentian penyidikan terhadap 3 tersangka sebelumnya tidak sah dan memerintahkan penyidikannya dilanjut kembali. Ini harapan kami sebagai masyarakat Indonesia yang tulus serta konsisten dalam mengawal program mulia Presiden RI Prabowo Subianto dalam memberangus atau memberantas korupsi di negara kita tercinta, Indonesia,” ujar om Betel ini.
Dia mengaku sangat yakin permohonan praperadilan atas SP3 kasus dugaan korupsi yang cukup menyita perhatian masyarakat Sulsel itu diterima seluruhnya dan PN Makassar segera memerintahkan agar penyidikan kasus tersebut segera dilanjutkan kembali dan melimpahkan perkaranya untuk disidangkan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Makassar.
“Kami yakin tentunya praperadilan kami diterima, karena kami masih percaya dan yakin jika pengadilan masih miliki integritas tinggi dalam menjaga komitmen pemberantasan korupsi. Integritas hakim dan aparatur peradilan sangat penting dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Di sinilah pintu masuk hakim sebagai benteng terakhir dalam menjaga kepercayaan publik khususnya dalam penanganan perkara korupsi,” terang Om Betel.
Pertimbangan SNAK Markus Ajukan Praperadilan
SNAK Markus mengajukan praperadilan karena berbagai pertimbangan. Di mana garis besarnya bahwa sejak perkara dugaan korupsi pengadaan sarana pembelajaran laboratorium bahasa pada Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Kabupaten Wajo, Sulsel tersebut ditangani dan berhasil menetapkan tersangkanya 3 orang tepatnya pada 24 Maret 2014, selanjutnya tak ada kabar lagi bahkan diam-diam kabarnya telah dihentikan alias SP3 oleh Penyidik Pidana Khusus Kejati Sulsel.
“Kalau sudah penetapan tersangka kan biasanya jelas yah bahwa telah memenuhi minimal dua alat bukti yang cukup dan melalui gelar perkara. Apalagi dalam kasus ini kan juga telah mengantongi alat bukti kuat berupa audit kerugian negara dari Inspektorat Sulsel saat itu yakni jumlah dugaan kerugian negaranya sebesar Rp1,1 miliar dan itu diekspose sendiri oleh Kejati Sulsel dalam keterangan persnya kala itu. Loh kok belakangan menghilang dan malah di SP3. Ini ada apa?, makanya kita praperadilan biar jelas semuanya,” ungkap Om Betel.
Gugatan praperadilan terhadap SP3 kasus yang menjerat inisial SA Cs ini, kata Om Betel, merupakan bukti bahwa pihaknya sebagai bagian dari masyarakat Sulsel yang sangat mendukung program Pemerintah Indonesia yang baru di bawah nahkoda Presiden RI Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya.
“Kita ingin menjaga prestasi yang telah diukir oleh Bapak Jaksa Agung juga yang cukup jelas kita lihat selama beliau memimpin Korps Adhyaksa, semua kasus korupsi dibabat tuntas dan kita ingin Kejati Sulsel ini mengikuti itu sehingga harapan kita ajukan praperadilan agar kasus dugaan korupsi inisial SA Cs ini bisa dilanjut kembali dan segera disidangkan,” tutur Om Betel.
Kronologi
Diketahui dalam perkara dugaan korupsi pengadaan sarana pembelajaran laboratorium bahasa pada Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Kabupaten Wajo, selain menetapkan SA sebagai tersangka, Penyidik Pidsus Kejati Sulsel juga menetapkan pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten Wajo, yakni ketua panitia pengadaan inisial AR dan pejabat pembuat komitmen, PA sebagai tersangka. Mereka menjadi tersangka setelah dilakukan gelar perkara akhir 2014 silam.
Ketiga tersangka diduga telah bekerja sama menyelewengkan uang negara dari proyek senilai Rp1,1 miliar yang bersumber dari dana sharing Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Wajo dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara pada tahun 2011.
Proyek itu dikerjakan oleh CV. Istana Ilmu, perusahaan milik SA. Dia mengadakan alat pembelajaran berupa komputer dan perangkat lunak (software) untuk keperluan laboratorium bahasa di beberapa sekolah di Kabupaten Wajo.
Penyidik saat itu menduga barang itu tidak sesuai spesifikasi. Harga barang juga diduga kuat telah digelembungkan.
Meski demikian, SA kala itu sempat berdalih, bahwa proyek telah dikerjakan sesuai mekanisme yang berlaku.
“Pelaksanaan pekerjaan itu dikerjakan oleh staf saya dan laporannya sudah sesuai kontrak kerja,” kata SA kala itu.
Ia mengakui telah mengganti kerugian tersebut. “Nilai kerugian telah saya pulihkan. Dananya sudah disetor ke kas daerah Wajo setelah hasil audit keluar,” tutur SA kala itu. (Eka)