Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Bantaeng (Kejari Bantaeng) menuntut 8 tahun penjara kepada tiga Terdakwa dugaan korupsi pengelolaan tunjangan kesejahteraan berupa rumah negara dan belanja rumah tangga untuk Pimpinan DPRD Kabupaten Bantaeng periode 2019-2024, Kamis 10 April 2025.
Ketiga Terdakwa yang diketahui eks unsur pimpinan DPRD Bantaeng itu, masing-masing Hamsyah, Muhammad Ridwan dan Irianto. Sementara Terdakwa lainnya, Djufri Ka’u yang merupakan eks Sekretaris Dewan pada DPRD Bantaeng dituntut 4 tahun penjara.
Selain tuntutan hukuman badan, keempatnya juga diganjar tuntutan kewajiban membayar denda sebesar Rp500 juta subsider 1 tahun penjara. Mereka dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri yang dapat merugikan keuangan negara yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana sebagaimana dalam dakwaan primair.
Namun dalam hal pembebanan membayar uang pengganti, JPU hanya mengganjar tuntutannya tersebut untuk tiga Terdakwa saja yakni kepada Terdakwa Hamsyah dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp1.870.000.000 subsider 4 tahun penjara, Terdakwa Muhammad Ridwan sebesar Rp1.540.000.000 subsider 4 tahun penjara dan Terdakwa Irianto sebesar Rp1.540.000.000 subsider 4 tahun penjara.
“Menetapkan agar para Terdakwa tetap ditahan,” ucap Tim JPU dalam amar tuntutannya yang dibacakan di hadapan Majelis Hakim pada Pengadilan Tipikor Makassar yang diketuai oleh Abdul Rahman Karim selaku Hakim Ketua dan Johnicol Richard Frans Sine serta R. Ariyawan Arditama selaku Hakim Anggota.
Kronologi
Awal kasus yang menjerat keempat Terdakwa tersebut, bermula pada September 2019 hingga 2024.
Di mana, Sekretariat DPRD Kabupaten Bantaeng saat itu mengadakan kegiatan memfasilitasi tugas Pimpinan DPRD berupa belanja rumah tangga dengan nomenklatur belanja natura dan pakan natura yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bantaeng berdasarkan Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) Kabupaten Bantaeng, yang mana belanja rumah tangga tersebut diperuntukkan untuk Pimpinan DPRD, yaitu Ketua DPRD dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bantaeng masa jabatan 2019-2024.
Terdakwa Djufri Ka’u selaku Pengguna Anggaran, kemudian setiap bulannya mengajukan pencairan anggaran kepada Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Bantaeng dan diterima oleh Pimpinan DPRD Kabupaten Bantaeng masa jabatan 2019-2024 yakni Terdakwa Hamsyah selaku Ketua DPRD, Terdakwa Irianto selaku Wakil Ketua DPRD, dan Terdakwa Muhammad Ridwan selaku Wakil Ketua II DPRD sejak bulan September 2019 hingga Mei 2024 setiap bulannya secara tunai.
Berdasarkan hasil penyidikan Kejari Bantaeng, diketahui sejak bulan September 2019 hingga 2024 Pimpinan DPRD Kabupaten Bantaeng tidak pernah menempati rumah negara tersebut, sedangkan anggaran telah dicairkan dan diterima setiap bulan oleh Pimpinan DPRD Kabupaten Bantaeng dengan jumah bervariasi. Total yang diterima oleh Pimpinan DPRD Kabupaten Bantaeng masa jabatan 2019-2024 sebesar Rp4.950.000.000.
Padahal dalam Pasal 18 ayat (5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Besaran Tunjangan Pimpinan dan Anggota, Pakaian Dinas dan Atribut serta Belanja Penunjang Operasional Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berbunyi “Dalam hal Pimpinan DPRD tidak menggunakan fasilitas rumah negara dan perlengkapannya tidak diberikan belanja rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf c”.
Atas perbuatannya, keempat Tersangka disangkakan dengan pidana Primair Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukum pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.(Eka)