Kejaksaan Tinggi Sulsel mwngikuti ekspose pengajuan restoratif justice (RJ) dua perkara, masing-masing Penganiayaan dari Kejari Pangkep dan perkara perbiatan tidak menyenangkan dari Kejari Maros.
Ekspose tersebut berlangsung secara virtual disaksikan langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel, Leonard Eben Ezer Simanjuntak bersama jajaran di riang rapat pimpinan lantai 2 gedung Kejati Sulsel, Selasa (30/1/2024).
Dalam ekspose tersebut, Kepala Kejari Pangkep, Totok Roedianto mengajukan perkara RJ, yaitu perkara penganiayaan sebagaimana Pasal 351 ayat 1 KUHP, yang dilakulan oleh Tersangka Harun Dg Sarro (72) terhadap korban Hj. Haseng (68).
Adapun alasan permohonan RJ dijelaskan di depan Kejati Sulsel, karena tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan bukan residivis.
“Tindak pidana yang disangkakan terhadap tersangka diancam dengan pidana penjara di bawah 5 tahun, sedangkan kondisi korban sudah pulih dan sembuh ketika dilakukan proses RJ, dan telah ada perdamaian antara terdakwa dengan Korban,” katanya.
Sementara RJ yang turut dimohonkan oleh Kajari Maros, Wahyudi Eko Husodo merupakan perkara tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh Tersangka S Dg Nai (49) terhadap korban Abdul Aziz Rahim berdasarkan Pasal 335 ayat 1 KUHP yang ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun.
“Alasannya karena Saksi Korban telah memaafkan perbuatan tersangka dan telah ada perdamaian kedua belah pihak,” imbuhnya.
Setelah mendengar permohonan RJ tersebut, Kajati Sulsel, Leonard Eben Ezer Simanjuntak berbersan bahwa RJ ini dilakukan tak lain untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali semula bukan pembalasan.
“Keadilan restoratif merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil bukan pembalasan,” tandas Leo Simanjuntak. (Thamrin)