Masamba— Di bawah langit teduh Pattimang, ratusan peserta melangkah pelan menuju kompleks makam Dato’ Sulaiman yaitu ulama besar yang diyakini sebagai pembawa Islam pertama di Tana Luwu. Di antara para tokoh yang hadir, Kepala Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Masamba, Syamsul Bahri, tampak mengikuti prosesi dengan penuh khidmat, memaknai kegiatan ini bukan sekadar napak tilas sejarah, melainkan perjalanan spiritual dan pembelajaran nilai.
Kegiatan bertajuk Napak Tilas Religi Sejarah Kebudayaan Islam Masuk di Tana Luwu itu digelar oleh Pemerintah Kabupaten Luwu Utara pada Senin, 27 Oktober 2025, sebagai upaya melestarikan sejarah dan menghidupkan kembali potensi wisata religi daerah. Turut hadir Bupati Luwu Utara, unsur Forkopimda, pimpinan instansi vertikal, tokoh adat dan agama, serta para pelajar dan organisasi masyarakat.
Zikir, Sejarah, dan Jejak Nilai yang Dihidupkan Kembali
Rangkaian acara dimulai dengan kirab pelajar yang menggambarkan perjalanan dakwah Islam dari masa ke masa, diikuti zikir dan doa bersama di sekitar makam Dato’ Sulaiman. Suasana berubah khidmat, menyatukan generasi muda dan para tokoh dalam ingatan kolektif tentang asal-usul spiritual masyarakat Luwu.
Seminar sejarah turut digelar, membahas peranan para ulama awal dalam membentuk landasan keagamaan dan kebudayaan masyarakat. Para peserta kemudian menelusuri sejumlah situs bersejarah di Pattimang, menghadirkan pengalaman belajar langsung tentang warisan leluhur.
Bagi Kepala Rutan Masamba Syamsul Bahri, kegiatan ini memiliki makna mendalam bagi pembinaan moral dan karakter, nilai yang juga ia terapkan dalam pembinaan warga binaan.
“Melalui kegiatan seperti ini, kita tidak hanya menjaga sejarah, tetapi juga merawat nilai. Nilai religius, moralitas, dan semangat kebersamaan ini juga menjadi bagian penting dalam pembinaan kepribadian warga binaan di Rutan Masamba,” ujarnya.
Kegiatan yang berlangsung tertib dan penuh kekhidmatan ini menjadi pengingat bahwa sejarah bukan sekadar untuk dikenang, tetapi dijaga sebagai sumber nilai dan jati diri bersama. Di Tana Luwu, napak tilas religi bukan hanya perjalanan masa lalu, ia adalah cermin bagi masa depan yang berakar pada iman, moral, dan kebersamaan. (Eka)