Sejumlah aktivis lingkungan turut menanggapi peristiwa banjir bandang yang terjadi di beberapa daerah di Sulsel, salah satunya di Kabupaten Luwu.
Achmad Yusran, Ketua Forum Komunitas Hijau (FKH) Sulsel misalnya. Dia menyebutkan, dampak dari bencana banjir di Kabupaten Luwu tentunya akan berefek pada perekonomian daerah yang terendam banjir tersebut.
Tak hanya itu, kata Yusran, kerugian masyarakat Luwu yang terdampak banjir juga pasti akan terus berulang setiap tahun kala memasuki musim penghujan.
“Lalu langkah apa yang harus dilakukan?,” ucap Yusran kepada Kedai-Berita.com, Minggu (5/5/2024).
Pertama, sebut dia, jika pemerintah kabupaten setempat ingin memutus mata rantai bencana banjir dan mempercepat proses pemulihan ekonomi, maka wajib segera mengevaluasi, merevisi dan menata ulang rencana tata ruang kota/kabupaten terhadap program pembangunan daerah/ wilayah dan menyusun program mitigasi bencana.
“Pemerintah kabupaten setempat harus tegas menegakkan aturan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,” terang Yusran.
Kemudian, lanjut dia, yang tak kalah pentingnya adalah kawasan-kawasan yang terbukti melanggar tata ruang harus dikembalikan ke peruntukan semula.
“Proses perizinan dan surat perizinan yang sudah dikeluarkan kepada pengembang/pengusaha, tetapi terbukti tidak sesuai tata ruang harus dibatalkan/ dicabut demi hukum,” jelas Yusran.
Ia mengatakan, kebijakan tata ruang pro lingkungan sangat dibutuhkan untuk menjamin keberlanjutan lingkungan hidup kota/ kabupaten itu sendiri.
Kawasan sumber-sumber air di perbukitan dan pegunungan, kata Yusran, harus dikonservasi menjadi hutan lindung.
Demikian juga, lanjut dia, pemberian izin pembangunan harus diseleksi sangat ketat dan terbatas dengan mengedepankan asas keberlanjutan lingkungan hidup.
“Serta diikuti dengan pengawasan pembangunan dan pemanfaatan ruang secara berkala,” ujar Yusran. (Eka)