Sebuah rumah di Kompleks Perumahan Grand Sulawesi tepatnya yang terletak di Lingkungan Padangalla, Dusun Taroada, Kecamatan Turikale, Kabupaten Maros diduga menjadi tempat penimbunan bahan bakar minyak jenis avtur secara ilegal.
Dari pantauan di lapangan, truk yang bertuliskan PT. WSN Petro Energi dengan nomor plat DD 8916 RJ diduga bermuatan avtur terakhir kali memasuki kompleks yang terletak di ujung Kampung Padangalla tersebut tepatnya 27 Desember 2020.
Truk yang diduga bermuatan avtur itu memarkir di sebuah rumah di Kompleks Perumahan Grand Sulawesi Blok D 72A. Kepala mobil truk masuk ke dalam teras rumah yang disampingnya terdapat sebuah penampungan fiber berwarna orange.
Inisial WY, Diduga pemilik rumah yang diduga dijadikan sebagai penimbunan avtur menampik hal tersebut. Menurutnya, tak ada penampungan avtur di tempat yang dimaksud.
“Itu hanya tempat kosong kalau tidak percaya silahkan dicek dan kalau ada isinya silahkan dibakar. Saya tidak mau pusing gara-gara avtur. Oke jelas,” kilah WY yang diketahui berprofesi sebagai anggota Polri tersebut saat dikonfirmasi via telepon, Kamis (31/12/2020).
Terpisah, Direktur Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (PUKAT) Sulsel, Farid berharap Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel menurunkan tim mengusut keberadaan rumah yang diduga dijadikan sebagai tempat penimbunan bahan bakar minyak (BBM) jenis avtur yang diduga ilegal tersebut.
“Kita harap kasus ini diseriusi. Polda harus usut jaringan penimbun avtur ini secara tuntas. Proses juga oknumnya yang nantinya kedapatan bermain-main dalam jaringan penimbun avtur secara ilegal tersebut,” kata Farid Mamma dimintai tanggapannya via telepon.
Ia menjelaskan bahwa dalam kegiatan pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tanpa izin dari pihak pemerintah, terdapat ketentuan pidana yang mengaturnya, seperti ketentuan dalam Pasal 53 UU Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Migas.
Dimana setiap orang yang melakukan pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa izin usaha pengolahan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling tinggi Rp50 miliar.
Tak hanya itu, kegiatan pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa izin usaha pengangkutan juga dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling tinggi Rp40 miliar.
Demikian juga untuk kegiatan penyimpanan sebagaimana yang dimaksud Pasal 23. Jika tanpa mengantongi izin usaha penyimpanan maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30 miliar.
“Polisi harus mengecek apakah para pelaku penimbunan BBM jenis avtur di Maros tersebut memiliki dokumen perizinan usaha penimbunan dari pemerintah. Jika tidak maka segera tangkap mereka dan proses sesuai hukum yang berlaku,” terang Farid.
Tak hanya itu, ia juga berharap kasus penimbunan avtur tersebut tidak berhenti pada peran pelaku penimbun saja yang diduga kuat tanpa izin. Tapi mengusut lebih lanjut adanya peran pembantu yang dalam aktivitas transaksi ilegal yang dimaksud.
“Siapa-siapa yang membantu terjadinya kejahatan kan bisa juga terjerat pidana. Kenapa bisa avtur ini diberikan kepada pelaku yang tidak mengantongi izin. Ini bahan bakar kalau pun berstatus limbah maka dia kategori sebagai limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dan tempat penimbunannya pun tidak bisa sembarangan karena ini bahan mudah terbakar,” tegas Farid.(Thamrin/Ahmadi/Eka)