Mengapa Dua Pelaku Penganiayaan Ibu di Luwu Timur Tak Jadi Disidang? Inilah Alasan Kejaksaan Pilih Jalur Restoratif

Makassar — Keputusan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menghentikan penuntutan dua perempuan pelaku penganiayaan di Luwu Timur menimbulkan pertanyaan, mengapa kasus kekerasan fisik itu tak berlanjut ke meja hijau? Jawabannya ada pada pendekatan keadilan restoratif yang disetujui langsung oleh Kepala Kejati Sulsel, Didik Farkhan Alisyahdi.

Langkah ini diambil setelah melalui ekspose perkara yang digelar di Kejati Sulsel pada Selasa, 4 November 2025. Dalam forum tersebut, Didik Farkhan bersama jajaran pidana umum menilai usulan Kejari Luwu Timur untuk menghentikan penuntutan terhadap dua tersangka, AR (41) dan SI (39), memenuhi seluruh syarat penerapan keadilan restoratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020.

Kasus bermula pada 25 Maret 2025 di Desa Tabarano, Kecamatan Wasuponda. AR mendatangi rumah korban, FP (39), setelah tersulut emosi oleh pesan WhatsApp yang menyebut dirinya “orang bodoh”. Dalam amarah, AR mencekik leher FP hingga tersandar ke tembok. Tak lama, SI datang dan sempat menampar korban saat berdebat soal utang. Akibat peristiwa itu, korban mengalami luka di leher dan wajah.

Namun, proses hukum kemudian bergeser arah. Korban menyatakan telah memaafkan kedua pelaku dan menandatangani surat kesepakatan damai di hadapan pihak berwenang. Para tokoh masyarakat, aparat desa, dan tokoh agama turut mendukung penyelesaian perkara di luar pengadilan.

Dari hasil penelusuran, keduanya juga terbukti bukan residivis dan ancaman hukumannya tak lebih dari lima tahun penjara. Dua alasan penting yang membuka peluang diterapkannya keadilan restoratif.

Sebagai bentuk pertanggungjawaban, AR dan SI dikenai sanksi sosial berupa kegiatan pembersihan di Balai Desa Tabarano dan Posyandu Lansia Permata. Kajati Didik Farkhan menegaskan, langkah ini diambil demi memulihkan hubungan sosial antara warga dan menghindari stigma berkepanjangan.

“Dengan adanya perdamaian, diharapkan keadaan kembali seperti semula,” ujar Didik. “Kami setujui penghentian penuntutan karena telah memenuhi seluruh ketentuan dan semangat pemulihan, bukan pembalasan.”

Ia menekankan agar jajaran Kejari Luwu Timur segera menuntaskan administrasi perkara dan membebaskan kedua tersangka setelah syarat restorative justice terpenuhi.

“Pastikan semua berjalan transparan dan tanpa transaksi. Kepercayaan publik adalah hal utama,” ucapnya. (Eka)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Yang Mungkin Anda Sukai
Sidang Dugaan Penyalahgunaan Biosolar di Saumlaki, Jaksa Gagal Hadirkan Ahli BPH Migas

Sidang Dugaan Penyalahgunaan Biosolar di Saumlaki, Jaksa Gagal Hadirkan Ahli BPH Migas

Rutan Makassar Gelar Penyuluhan Hukum, Warga Binaan Didorong Pahami Hak atas Bantuan Hukum

Rutan Makassar Gelar Penyuluhan Hukum, Warga Binaan Didorong Pahami Hak atas Bantuan Hukum

Saksi Mangkir, Jaksa Bacakan BAP — Penasihat Hukum Ajukan Keberatan

Saksi Mangkir, Jaksa Bacakan BAP — Penasihat Hukum Ajukan Keberatan

error: Special Content !