Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Republik Indonesia melakukan kegiatan supervisi penanganan tindak pidana umum di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Kamis (8/5/2025).
Wakil Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Wakajati Sulsel) Teuku Rahman didampingi Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Sulsel Rizal Syah Nyaman menerima rombongan Jampidum yang dipimpin Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda, Nanang Ibrahim Soleh.
Wakajati Sulsel, Teuku Rahman mengatakan Kejati Sulsel mendapat kepercayaan dari Jampidum sebagai pilot projet dalam desentralisasi pengendalian dan pengawasan penyelesauan perkara berdasarkan keadilan restoratif secara mandiri.
“Kepercayaan tersebut kami manfaatkan dengan sangat baik. Kami pastikan penyelesaian perkara dengan keadilan restoratif semata-mata untuk memberikan pelayanan hukum terbaik bagi masyarakat yang tidak dinodai adanya transaksi suap, gratifikasi maupun perbuatan tercela lainnya,” kata Teuku Rahman.
Dia melaporkan pelaksanaan RJ di wilayah hukum Kejati Sulsel sejak Januari sampai Desember 2024 sejumlah 138 perkara disetujui dan 7 perkara tidak disetujui. Kemudian pada periode Januari sampai Mei 2024, terdapat 67 perkara yang disetujui dan 1 perkara tidak disetujui.
Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda, Nanang Ibrahim Soleh mengatakan kegiatan supervisi ini menjadi wadah untuk mengevaluasi kinerja berdasarkan hasil monitoring pelaksanaan Restorative Justice (RJ) di wilayah hukum Kejati Sulsel.
Termasuk untuk menyamakan persepsi, memperkuat koordinasi serta meningkatkan akurasi dan konsistensi dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penuntutan maupun penyelesaian perkara pidana umum.
“Kejati Sulsel sebagai salah satu satuan kerja yang dipilih untuk pilot project dalam desentralisasi pelaksanaan RJ telah menjalankan tugas dengan baik. Meski ada beberapa catatan yang masih perlu dibenahi,” kata Nanang.
Nanang menyebutkan masih kurangnya kesadaran dan kesungguhan dalam melaksanakan kegiatan RJ terhadap perkara yang terindikasi dapat dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
“Masih kurangnya pemahaman untuk perkara yang layak dan tidak layak untuk dilakukan RJ. Tingkatkan pemahaman dan pembelajaran untuk semua Jaksa yang menangani perkara,” tutup Nanang .(Eka)