Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Parepare, Totok Budiyanto, A.Md.IP, SH, resmi mengakhiri masa jabatannya dan bersiap melanjutkan tugas sebagai Kepala Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Semarang.
Serah terima jabatan berlangsung hari ini, menandai berakhirnya periode kepemimpinan yang penuh dedikasi dan inovasi di Lapas Parepare.
Dalam masa jabatannya, Totok dikenal sebagai sosok pemimpin yang mengedepankan pendekatan humanis dan filosofi Bugis 3S: Sipakatau (saling memanusiakan), Sipakalebbi (saling memuliakan), dan Sipakainge (saling mengingatkan).
Ia menekankan pentingnya rehabilitasi dan pembinaan yang tidak hanya menjalankan hukuman, tetapi juga membentuk warga binaan menjadi individu yang lebih baik untuk kembali ke masyarakat.
Totok juga aktif menangani tantangan besar di Lapas Parepare, terutama tingginya angka kasus narkotika yang mencapai 70 persen dari warga binaan. Ia mengajak semua pihak untuk bersama-sama mencari solusi preventif dan rehabilitatif agar permasalahan ini dapat diatasi secara komprehensif.
Di bawah nahkodanya, Lapas Parepare aktif menyelenggarakan program edukasi dan penyuluhan hukum gratis untuk meningkatkan kesadaran warga binaan, serta mendukung kegiatan pendidikan seperti Ujian Paket C bagi warga binaan yang ingin melanjutkan pendidikannya.
Menjelang masa tugasnya berakhir, Totok berharap penggantinya dapat melanjutkan semangat pembinaan yang humanis dan inovatif, serta memperkuat sinergi dengan berbagai pihak demi pemasyarakatan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
“Pemasyarakatan harus menjadi tempat rehabilitasi yang memanusiakan, bukan sekadar penjara,” ucap Totok.
Selama kepemimpinan di Lapas Parepare, ia menjadi contoh nyata bagaimana nilai budaya lokal dan profesionalisme dapat bersinergi dalam membangun sistem pemasyarakatan yang lebih manusiawi dan berorientasi pada rehabilitasi sosial.
Totok meninggalkan warisan pemasyarakatan yang lebih humanis dan inovatif di Lapas Parepare, sejalan dengan semangat reformasi dan misi membangun pemasyarakatan yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
“Anggaplah warga binaan sebagai keluarga sendiri agar mereka dapat kembali ke masyarakat sebagai manusia yang lebih baik,” ujar Totok. (*)