Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung menyetujui dua pengajuan restorative justice terhadap dua perkara yang diusulkan oleh Kejaksaan Negeri Gowa dan Kejaksaan Negeri Takalar pada Kamis 6 Juni 2024.
Plt JAM Pidum, Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam rapat yang digelar secara virtual menyatakan menyetujui permohonan RJ dengan berbagai pertimbangan.
Adapun permohonan yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Gowa adalah perkara tindak pidana penganiayaan melanggar Pasal 351 Pasal (1) KUHP dengan tersangka Muh Said Daeng Naja bin Karim Daeng Esa (40) terhadap saksi korban Hasan Daeng Nai (48).
Kejadian tersebut dilakukan tersangka karena merasa korban telah mengambil kios tempat miliknya biasa berjualan. Korban langsung menganiaya korban. Alasan pengajuan RJ karena tersangka baru kali pertama melakukan tindak pidana dan bukan residivis.
Tindak pidana yang disangkakan terhadap tersangka, diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun, ditambah lagi tersangka dan korban ada hubungan keluarga.
Terpenuhinya persyaratan sesuai dengan Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: 01/E/EJP/02/22022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Selanjutnya dari Kejaksaan Negeri Takalar juga mengajukan satu perkara untuk dimohonkan RJ, yaitu perkara tindak pidana yang melanggar Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 351 ayat (1) KUHP.
Kasus tersebut dilakukan tersangka Syamsiah Binti Maileng (46) terhadap anak korban inisial S (17). Bahwa kejadian penganiayaan dilakukan tersangka kepada anak korban disebabkan emosi hingga melakukan penganiayaan mengakibatkan luka lecet di bagian perut bawah sebelah kiri.
Alasan permohonan RJ oleh pihak Kejari Takalar adalah karena tersangka baru kali pertama melakukan tindak pidana, tindak pidana yang disangkakan terhadapnya diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun. Luka diderita anak korban sudah pulih dan sembuh ketika dilakukan proses RJ, serta telah ada perdamaian kedua belah pihak.
Diakhir rapat, mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel itu pun turut mengingatkan kembali kepada seluruh jajaran Kejaksaan agar selalu berlaku bijak dalam menangani perkara.
“Keadilan restoratif merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan,” tandasnya.
Hadir dalam rapat tersebut, yakni Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Nanang Ibrahim Sholeh, Wakil Kajati Sulsel Zet Tadung Allo, Kasi Oharda pada Seksi Tindak Pidana Umum dan pihak Kejari Gowa dan Kejari Takalar.