Para lembaga pegiat anti korupsi dibuat bingung dengan sikap Polda Sulsel yang hingga saat ini tidak memperlihatkan adanya perkembangan penanganan sejumlah kasus korupsi yang sudah lama ditangani.
Diantaranya kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial Covid-19 (Bansos Covid-19) di Dinas Sosial Kota Makassar TA 2020 dan kasus dugaan korupsi pengadaan 153 Kontainer Recover Kota Makassar TA 2021.
Direktur Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (PUKAT) Sulsel Farid Mamma misalnya, ia dengan tegas mendesak Kapolda Sulsel untuk segera mengevaluasi kinerja Unit Tipikor Polda Sulsel yang belakangan ini dinilainya melempem alias tidak terbuka dalam progres penanganan sejumlah kasus korupsi, utamanya kasus korupsi yang lama mangkrak.
“Jujur selama direktur dan Kasubdit Tipikor Polda Sulsel yang baru ini, kami tak pernah dengar lagi ada progres perkembangan penanganan sejumlah kasus korupsi, baik yang baru terlebih lagi yang lama ditinggal mangkrak. Ada apa dengan kinerja Tipikor Polda Sulsel belakangan ini yang menurut kami melempem,” ungkap Farid saat dimintai tanggapannya via telepon, Sabtu (27/5/2023).
Ia mengatakan, masyarakat Sulsel sangat merindukan kinerja Subdit Tipikor Polda Sulsel yang dulu. Di mana cukup maksimal dalam misi pemberantasan korupsi. Salah satunya, rajin menyampaikan progres penanganan sejumlah kasus korupsi yang ditangani ke masyarakat melalui pemberitaan media hingga menemukan kepastian hukum yang jelas.
“Sekarang malah sebaliknya, hampir tak ada berita-berita progres penanganan kasus korupsi yang ditangani Polda Sulsel. Kita bisa lihatlah dari berita-berita di media belakangan ini,” beber Farid.
Menurutnya, ada banyak kasus korupsi yang ditangani Polda Sulsel yang hingga saat ini belum ada kepastian hukum. Bahkan, kata Farid, terkesan sengaja dibuat mangkrak, diantaranya kasus Bansos Covid Dinsos Makassar yang mangkrak di tahap penyidikan tanpa tersangka. Kemudian kasus pengadaan 153 Kontainer Recover Kota Makassar yang juga dinilai mangkrak di tahap penyelidikan.
“Dua kasus korupsi lingkup Kota Makassar ini yang paling disorot masyarakat maupun teman-teman penggiat anti korupsi. Tapi tetap penanganannya berjalan setengah hati dan hingga saat ini tak ada kejelasan akan progres penanganannya,” jelas Farid.
Ia berharap ada kiat-kiat jitu untuk memperkuat kembali kinerja Subdit Tipikor Polda Sulsel agar kepercayaan publik semakin kokoh serta daya inovasi dalam menjalankan penegakan hukum khususnya dalam pemberantasan korupsi kembali seperti sedia kala.
“Kasus-kasus korupsi yang ditangani Polda Sulsel harus ada prinsip keterbukaan dan fungsi kontrolnya adalah sistem peradilan pidana. Makanya harus berupaya menuntaskan segera kasus-kasus tersebut. Kita tunggu itu,” tutur Farid.
Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Komang Suartana dikonfirmasi mengatakan, ia belum dapat konfirmasi mengenai perkembangan kasus dugaan korupsi Bansos Covid-19 di Dinas Sosial Kota Makassar TA 2020 maupun kasus dugaan korupsi pengadaan Kontainer Recover Kota Makassar yang dimaksud.
“Silahkan tanya langsung ke Pak dir yah,” singkat Komang via pesan singkat whatsapp.
Terpisah, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Sulsel, Kombes Pol Helmi Kwarta Kusuma Putra Rauf dikonfirmasi belum memberikan jawaban mengenai perkembangan kasus korupsi yang dimaksud.
Posisi Kasus Bansos Covid Makassar
Terhitung sejak ditangani Mei 2020, penanganan kasus dugaan mark up paket bansos Covid-19 Kota Makassar oleh Subdit Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel belum juga memberikan kepastian hukum. Kasus tersebut terbilang mangkrak di tahap penyidikan tanpa ada penetapan tersangka.
Kepala Subdit III Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel yang saat itu masih dijabat oleh Kompol Fadli mengatakan, penetapan tersangka belum dilakukan karena penyidik sementara menunggu terlebih dahulu hasil perhitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Jakarta.
“Nunggu hasil audit,” ucap Fadli kala itu via pesan singkat whatsapp.
Sejumlah lembaga pegiat anti korupsi di Sulsel turut angkat bicara. Salah satunya dari lembaga Anti Corruption Committee Sulawesi yang diketahui sejak awal memantau penanganan kasus tersebut.
“Bayangkan sudah hampir 3 tahun ditangani dan belum ada kepastian tersangka sampai detik ini. Kami tak yakin audit sampai saat ini belum kelar. Seperti ada kekuatan besar yang mengintervensi agar kasus ini mangkrak di tahap penyidikan dan menggantung penetapan tersangkanya,” ucap Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) Kadir Wokanubun via telepon.
Kasus dugaan mark up paket bansos Covid-19 Kota Makassar, kata Kadir, peristiwa melawan hukumnya cukup terang dan tentunya telah didukung dengan alat bukti permulaan yang cukup. Sehingga, lanjut dia, penyidik pun berkeyakinan meningkatkan status kasus tersebut ke tahap penyidikan.
“Jadi sangat tidak logis ketika sampai detik ini belum ada penetapan tersangka. Kami menilai penyidik sudah tak bekerja profesional dalam menangani kasus ini,” tutur Kadir.
Kadir mengungkapkan, dalam kegiatan penyaluran bansos Covid-19 di Kota Makassar tahun 2020 tersebut, ditemukan banyak kejanggalan. Selain nilai paketan sembako yang dibagikan kepada masyarakat saat itu menyalahi aturan di mana seharusnya tiap paketan berisi sembako yang totalnya berjumlah Rp600 ribu, namun kenyataannya yang ditemukan paketan hanya bernilai Rp100 ribuan.
Selain itu, juga masih banyak warga Kota Makassar yang jelas-jelas terdampak dari penyebaran virus Covid-19, tapi sama sekali tidak mendapatkan apa-apa.
“Padahal sumber anggaran bantuan untuk itu banyak sumbernya. Selain bersumber dari dana refocusing sejumlah dinas atau SKPD di Kota Makassar, ada dari swasta, APBD hingga bantuan APBN. Tapi yang terjadi saat itu kan justru masyarakat banyak yang tidak dapat,” terang Kadir.
Ia berharap penanganan kasus dugaan mark up paket bansos Covid-19 Kota Makassar yang belum memberikan kepastian akan penetapan tersangka tersebut, segera mendapat atensi besar baik oleh jajaran Polri tertinggi hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kalau kasus ini tak diseriusi, maka akan berlarut-larut tanpa ada kepastian hukum yang jelas. Bahkan boleh dikatakan dengan berlarut-larutnya penanganan kasus ini bisa berpotensi merugikan keuangan negara. Pembebanan uang negara dalam penanganan sebuah kasus itu gak main-main loh besarnya, maka itu perlu keseriusan jangan sampai tindakan tak profesional penyidik justru menambah nilai kerugian bagi negara lagi,” ungkap Kadir.
Sekedar diketahui, sejak kasus dugaan mark up paket bansos Covid-19 Kota Makassar statusnya telah ditingkatkan ke tahap penyidikan, penyidik Subdit III Tipikor Dit Reskrimsus Polda Sulsel telah memeriksa puluhan saksi. Beberapa diantaranya ada mantan Kepala Dinas Sosial Kota Makassar, Mukhtar Tahir serta eks Penjabat (Pj) Wali Kota Makassar saat itu, Iqbal Suhaeb.
Posisi Kasus Pengadaan 153 Kontainer Recover

Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) meminta Kapolda Sulsel yang baru, Irjen Pol Setyo Boedi Moempoeni Harso memberikan atensi besar terhadap penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan Kontainer Recover Kota Makassar yang telah menghabiskan anggaran puluhan miliar namun dinilai tidak memberikan azas manfaat yang maksimal.
Data ACC Sulawesi, pengadaan Kontainer Recover tersebut selain dianggap tidak tepat sasaran, juga pembelanjaan unit kontainer dan segala item lainnya yang berkaitan dinilai rawan dimark-up.
“Kasus Kontainer Recover ini masuk dalam kasus mandek peninggalan Kapolda Sulsel yang lama, sehingga kami minta Kapolda Sulsel yang baru, Irjen Pol Setyo Boedi Moempoeni Harso menuntaskannya dan segera memberikan kepastian hukum yang tegas,” ucap Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi), Kadir Wokanubun kepada Kedai-Berita.com via telepon.
Kadir mengaku yakin jika pengadaan Kontainer Recover oleh Pemerintah Kota Makassar untuk penanganan Covid-19 di saat itu, tidaklah tepat sasaran dan ia menduga tidak melalui perencanaan yang matang.
Di mana menurutnya, dalam pengadaan barang/ jasa, diantaranya harus ada identifikasi kebutuhan, melakukan analisa pasar, melakukan kualifikasi terhadap penyedia, melakukan tender, mengevaluasi penyedia, menetapkan pemenang, melaksanakan kontrak dan melakukan serah terima.
“Nah kaitannya dengan pengadaan Kontainer Recover Kota Makassar saat itu yaitu dalam kondisi Covid-19, apakah hal tersebut dilakukan?. Saya kira penyidik Polda Sulsel tahu itu dan kita harap mereka fokusi di situ,” terang Kadir.

Terakhir, Kepala Subdit III Tipikor Dit Reskrimsus Polda Sulsel yang sebelumnya masih dijabat oleh Kompol Fadli menjelaskan jika sudah ada ratusan saksi yang diperiksa dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Kontainer Recover tersebut.
“Total yang diambil keterangannya itu ada 500 orang lebih,” ucap Fadli saat itu.
Ia berharap masyarakat dapat bersabar menanti perkembangan penyelidikan yang tengah berlangsung. Penanganan kasus tindak pidana korupsi, kata dia, membutuhkan waktu yang lama.
“Intinya penanganan kasus ini berjalan secara profesional dan proporsional. Kita akan maksimalkan penyelidikan. Sabar saja,” ujar Fadli saat itu sembari memberitahu agar perkembangannya nantinya silahkan ditanyakan ke kasubdit baru yang menggantikan dirinya.
Diketahui, pengadaan 153 kontainer yang akan digunakan sebagai posko komando penanganan Covid-19 Makassar Recover itu, awal rencananya dijadikan sebagai pusat kesehatan dan screening Tuberkulosis (TB) paru–paru.
Proyek ini telah berjalan pada Agustus 2021 dengan menelan anggaran sekitar Rp15,3 milliar dengan asumsi anggaran sekitar Rp90 juta per kontainer. Nilai dari total anggaran proyek ini menjadi persoalan, sebab diduga ada indikasi mark up.
Berdasarkan Rancangan Anggaran Biaya (RAB), untuk pekerjaan kontainer dikabarkan menghabiskan dana sebesar Rp83.1 juta. Lalu ada pekerjaan persiapan sebesar Rp2,5 juta, dan pekerjaan landasan kontainer senilai Rp8,8 juta. Sehingga total anggaran yang dihabiskan per satu unit kontainer sebesar Rp94 juta. (Eka)