Muh Syahban Munawir, Kuasa Hukum Terdakwa mantan Kasi Operasional Satpol PP Makassar, Abdul Rahim mendesak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) untuk segera menerbitkan sprindik baru keterkaitan keterlibatan para camat dan eks camat dalam pusaran korupsi penyimpangan honorarium BKO Satpol PP se-kecamatan Kota Makassar Tahun Anggaran 2017-2020.
Ketika hal itu tidak dilakukan, ia pun mempertanyakan kredibilitas penegak hukum dalam hal ini Kejati Sulsel yang menyelidiki kasus tersebut.
“Dalam waktu dekat ini kami akan melaporkan langsung ke Kejaksaan Agung dalam hal ini bapak Jaksa Agung dan bapak JAMWAS dan Komisi Kejaksaan dengan membawa sejumlah bukti-bukti adanya kejanggalan dalam proses penyidikan terkait kasus ini yang hanya melibatkan klien kami yang tidak memiliki kewenangan sama sekali dalam proses pencarian anggaran tersebut,” jelas Munawir kepada Kedai-Berita.com, Jumat (19/5/2023).
Menurutnya, tak ada lagi alasan Kejati Sulsel untuk tidak menerbitkan sprindik baru guna memproses hukum para camat dan eks camat dalam kasus korupsi penyimpangan honorarium BKO Satpol PP Makassar se-kecamatan Kota Makassar Tahun Anggaran 2017-2020.
Di mana sejak persidangan perkara tersebut telah terungkap sederet fakta persidangan. Pertama, kata Munawir, terkait anggaran honorarium BKO Satpol PP Kota makassar dari tahun 2017 hingga 2020, yang mana mata anggarannya ada di kecamatan dan penanggungjawab pengguna anggaran adalah camat.
Kedua, lanjut dia, dalam dakwaan JPU menyampaikan kesimpulan hasil audit Inspektorat pada bulan Desember 2022 yang mana terdapat kerugian negara sebesar Rp4,8 miliar dan pihak-pihak yang dianggap melakukan perbuatan menyimpan sehingga terjadinya kerugian negara dalam kegiatan honorarium BKO satpol PP pada tahun 2017-2020 yakni Iman Hud selaku Kasatpol PP Kota Makassar periode 2017-2020, Iqbal Hasnan (almarhum) selaku Sekretaris Satpol PP Kota Makassar dan Abd. Rahim Selaku Kasi Operasional Satpol PP Kota Makassar, Camat, Bendahara Pengeluaran, Komandan Regu (Danru) Satpol PP yang bertugas serta PPTK Kegiatan Pengawasan dan Pengaman, Penertiban di 14 wilayah di kecamatan se-Kota Makassar.
Selanjutnya fakta ketiga, kata Munawir, di mana dalam persidangan telah dihadirkan sebagai saksi beberapa anggota Satpol PP Kota Makassar yang terdapat nama-namanya dalam SK Kecamatan sebagai acuan pembayaran honorarium mereka dan dalam kesaksian mereka mengakui tidak pernah melaksanakan tugas.
Kemudian lanjut pada fakta keempat, di mana dalam persidangan, camat aktif dan eks camat dihadirkan pula sebagai saksi dalam persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan dalam keterangan mereka ada beberapa camat telah mengembalikan hasil temuan kerugian negara dan ada juga yang belum mengembalikan full hasil kerugian negara bahkan masih ada beberapa camat yang sama sekali belum mengembalikan hasil temuan kerugian negara.
Tak sampai di situ, fakta berikutnya lagi, lanjut Munawir, terungkap dalam persidangan saat JPU kembali menghadirkan Komandan Regu (Danru) Satpol PP yang bertugas di kecamatan masing-masing untuk bersaksi. Alhasil dalam keterangannya beberapa danru tersebut telah mengungkapkan bahwa setiap bulan pencairan dana BKO Satpol PP, mereka memberikan titipan sejumlah uang dalam amplop putih yang jumlahnya mereka tidak ketahui dan diserahkan kepada camat pada waktu itu menjabat.
Kemudian fakta lainnya saat JPU menghadirkan Kasi Trantib dan Kasi Pemerintahan selaku PPTK pada kegiatan tersebut sebagai saksi dalam persidangan. Yang mana, ungkap Munawir, pada pokoknya Kasi Trantib dan Kasi Pemerintahan selaku PPTK itu menyampaikan bahwa dia tidak menjalankan tugasnya sebagai PPTK tapi diambil alih oleh Kasubag Keuangan dan secara teknis semuanya camat yang mengatur.
“Mereka hanya terima beres pada saat menandatangani laporan pencarian honorarium BKO Satpol PP,” ungkap Munawir.
Nyanyian Danru Ungkap Perbuatan Camat dan Eks Camat
Sebelumnya, pada sidang perkara tipikor honorarium tunjangan operasional Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Makassar Tahun Anggaran 2017 hingga 2020 di Pengadilan Tipikor Makassar, terungkap fakta persidangan terkait adanya uang setoran yang diberikan oleh beberapa Komandan Regu (Danru) Satpol PP ke para camat.
Danru Satpol PPÂ Kecamatan Makassar, Saleh Mustafa misalnya, di mana dalam persidangan mengaku kurang lebih 10 kali memberikan uang titipan kepada para camat yang menjabat pada waktu itu. Yakni H Ruly, Alamsyah Sahabuddin dan Andi Ardhy Sulham.
Demikian juga Danru Satpol PP Kecamatan Mamajang yang mengungkapkan hal yang sama dalam persidangan. Di mana ia mengaku hampir setiap bulan selama 6 bulan menjadi Danru di Kecamatan Mamajang memberikan uang titipan kepada camat yang menjabat pada waktu itu yakni Fadli Wellang.
Pada sidang sebelumnya yang masih dalam agenda mendengarkan keterangan, turut juga dihadirkan saksi dari Danru Kecamatan Tamalate. Dalam persidangan, ia juga mengakui telah memberikan honor Satpol PP kepada Fahyuddin Yusuf yang saat itu menjabat Camat Tamalate di tahun 2019 dan Hasan Sulaiman Camat di tahun 2020.
Hal serupa juga dikatakan Danru Kecamatan Mariso saat memberikan kesaksian dalam persidangan perkara tipikor Satpol PP tersebut. Dia mengaku juga memberikan honor Satpol PP yang tidak bertugas pada waktu itu kepada Juliaman yang menjabat sebagai Camat Mariso di tahun 2019.
“Semua di atas terungkap dalam persidangan bahwa oknum-oknum camat pada waktu itu sudah sangat jelas keterlibatannya,” akui Muh Syahban Munawir, selaku Kuasa Hukum Terdakwa mantan Kasi Operasional Satpol PP Makassar, Abdul Rahim.
Camat-camat yang disebut tersebut, kata Munawir, juga telah dihadirkan dalam persidangan untuk memberikan kesaksian.
“Mereka mengakui telah melakukan pengembalian kerugian negara,” terang Munawir.
Dengan demikian, ia selaku Kuasa Hukum salah satu terdakwa dalam perkara korupsi Satpol PP Makassar tersebut berharap Kejati Sulsel tidak mengabaikan terlebih lagi mencari alasan untuk tidak menyeret para camat yang dimaksud ke meja hijau dengan status hukum yang sama seperti yang disandang kliennya saat ini.
“Fakta persidangan yang ada sudah sangat jelas mengungkap keterlibatan mereka sewaktu menjabat sebagai camat dan selaku Pengguna Anggaran. Jangan Hukum ini dibuat tumpul ke atas tajam ke bawah,” jelas Munawir.
“Klien kami hanya ingin keadilan, kalaupun ada dugaan penyimpangan dalam kasus Operasional dana satpol, semua yang terlibat ikut diseret dalam meja hijau untuk mempertanggung jawabkan perbuatan mereka,” Munawir menandaskan.
Bukti Perbuatan Camat dan Eks Camat Balikin Kerugian Negara
Sejumlah eks pejabat kecamatan di Kota Makassar sebelumnya dikabarkan telah mengembalikan dugaan kerugian negara yang ditimbulkan dalam kegiatan pembayaran honorarium fiktif personil Satpol PP untuk kegiatan pengawasan dan pengamanan di sejumlah kecamatan di Kota Makassar terhitung sejak tahun 2017 hingga 2020.
Para eks pejabat kecamatan tersebut diketahui ada yang berperan sebagai Pengguna Anggaran, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) hingga Bendahara Pengeluaran dalam kegiatan yang dimaksud.
“Pengembalian kerugian negara sebesar Rp3,5 miliar lebih,” ucap Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sulsel, Yudi Triadi melalui Kasi Penyidikan, Hary Surachman dalam keterangan persnya, Rabu 9 November 2022.
Adanya pengembalian kerugian negara tersebut, kata Yudi, merupakan hasil dari kinerja maksimal yang dilakukan oleh Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan yang sejak awal turut juga berupaya bagaimana dalam kasus tersebut kerugian negara dapat dipulihkan.
“Alhasil, Penyidik telah menerima pengembalian kerugian dan statusnya itu merupakan uang titipan yang asalnya dari anggaran pembayaran honorarium personil Satpol PP yang diduga fiktif. Nilainya itu, berdasarkan perhitungan Penyidik sebesar Rp3.545.975.000,” terang Yudi.
Kasi Penkum Kejati Sulsel, Soetarmi menjelaskan bahwa penitipan uang tersebut merupakan itikad baik dalam rangka pemulihan kerugian keuangan negara yang sebelumnya telah dikeluarkan dari kas daerah Kota Makassar namun kenyatannya tidak sesuai dengan peruntukannya.
“Uang titipan ini akan disetorkan ke rekening BRI Kanca Panakkukang, yang nantinya akan diperhitungkan sebagai uang pengganti,” jelas Soetarmi didampingi Ketua Tim Penyidik, Herberth P. Hutapea sebelumnya.
Kronologi Perkara
Diketahui, awal penyidikan perkara korupsi honorarium tunjangan operasional Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Makassar Tahun Anggaran 2017 hingga 2020, Kejati Sulsel telah menetapkan 3 tersangka masing-masing Kepala Seksi Operasi dan Pengendalian Satpol PP Makassar tahun 2017-2022, Rahim Dg Nya’la, Kasatpol PP Makassar tahun 2017-2022, Iman Hud serta mantan Sekretaris Satpol PP Makassar tahun 2017-2022, Muhammad Iqbal Asnam yang belakangan dikabarkan meninggal dunia.
Mereka disangka melanggar ketentuan Pasal 2 ayat 1 Jo. Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 KUHPidana.
Perbuatan ketiganya dinilai telah merugikan keuangan negara sebesar Rp4.819.432.500 berdasarkan hasil audit Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan bernomor: 700.04 /5138/B.V/ITPROV tanggal 1 Desember 2022.
Dalam menjalankan aksinya, para tersangka melakukan modus operandi bermula dari penyusunan hingga pengaturan penempatan personil Satpol PP yang akan bertugas di 14 kecamatan. Namun faktanya sebagian dari petugas Satpol PP yang disebutkan namanya dalam penugasan BKO tersebut, tidak pernah melaksanakan tugas dan anggaran honorariumnya dicairkan oleh pejabat yang tidak berwenang untuk menerima honorarium personil Satpol PP yang dimaksud. (Eka)