Mantan Bupati Tanah Bumbu dua periode, Mardani Maming resmi mengenakan rompi orange usai menyerahkan diri ke Gedung Merah Putih, Jalan Kuningan Persada, Kamis 28 Juli 2022.
“Untuk proses penyidikan, dilakukan upaya paksa bagi tersangka MM oleh tim penyidik selama 20 hari pertama, terhitung mulai hari ini, 28 Juli 2022, sampai 16 Agustus 2022 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur,”kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata kepada media.
Maming yang juga Politisi PDI-P itu sebelumnya dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa 26 Juli 2022, setelah beberapa kali mangkir dari panggilan.
Ia ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji atas pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Dalam penjelasannya, Alex mengatakan dugaan suap itu terjadi saat Maming menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu periode pertama 2010-2015 dan Periode kedua 2016-2018.
Bermula ketika PT Prolindo Cipta Nusantara milik Hendry Sutiyo ingin memperoleh Izin Usaha Pertambangan Operasional Produksi (IUP-OP) milik PT Bangun Karya Pratama Lestari seluas 370 Hektar yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
“Agar proses pengajuan peralihan IUP-OP bisa segera mendapat persetujuan MM, HS diduga juga melakukan pendekatan dan meminta bantuan MM selaku Bupati agar bisa memperlancar peralihan IUP-OP dari PT. BKPL ke PT. PCN dimaksud,”ujar Alex saat membacakan kontruksi perkara.
Tahun 2011, Mardani diduga mempertemukan Hendry Sutiyo dengan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu.
Dalam pertemuan tersebut, Maming diduga memerintahkan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo agar membantu dan memperlancar pengajuan IUP-OP dari Hendry Sutiyo.
“Di bulan Juni 2011, SK, MM selaku Bupati tentang IUP-OP terkait peralihan dari PT. BKPL ke PT. PCN yang ditandatangani diduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja backdate (dibuat tanggal mundur) dan tanpa bubuhan paraf beberapa pejabat yang berwenang,”papar Alex.
Peralihan IUP-OP dari PT BKPL ke PT PCN diduga melanggar ketentuan pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 yang menyebut pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkannya ke pihak lain.
Selain itu, kata Alex, Maming juga meminta Hendry Sutiyo agar mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk menunjang aktivitas operasional pertambangan PT Angsana Terminal Utama.
Di mana PT ATU sendiri adalah perusahaan milik keluarga mantan Bupati Tanah Bumbu tersebut dan diduga memonopoli usaha pengolahan pelabuhan.
PT ATU dan beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan diyakini KPK adalah perusahaan fiktif yang sengajah dibentuk Maming untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu.
“Adapun perusahaan-perusahaan tersebut susunan direksi pemegang saham masih terafiliasi dan dikelolah pihak keluarga MM dengan kendali perusahaan tetap dilakukan oleh MM,”jelas Alex.
Lanjut Alex, di Tahun 2012 PT ATU mulai melaksanakan operasional usaha membangun pelabuhan dalam kurun waktu 2012-2014 dengan sumber dana seluruhnya dari Hendry Sutiyo, di mana pemberiannya melalui permodalan dan pembiayaan operasional PT ATU.
Pemberian sejumlah uang dari Hendry Sutiyo kepada Maming diduga dilakukan beberapa kali melalui perantara orang kepercayaannya dan atau beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Maming.
Aktivitasnya pun dibungkus dalam formalisme perjanjian kerja sama UnderLying guna memayungi adanya dugaan aliran uang dari PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Maming.
“Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar Rp 104.3 miliar dalam kurun waktu 2014-2020,”tutur Alex.
Atas perbuatan tersangka, Maming disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (***)