Oleh: Dr. Muhamad Aljebra Aliksan Rauf. SH, MH (Praktisi Hukum Universitas Muslim Indonesia/Advocad)
Pemilihan Kepala Desa serentak yang dilakukan di berbagai wilayah Indonesia tentunya tidak sedikit yang menyisihkan polemik ketika menjalankan setiap roda pemerintahan Desa.
Baik dari pelaksanaan secara administrasi maupun teknis lainnya, demi tercapainya good governance dan clean governance dalam memberikan pelayanan bagi setiap masyarakat desa tanpa terkecuali.
Untuk itu Kepala Desa diberikan kewenangan sebagaimana termuat dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2004 tentang Desa.
Kabupaten Lembata salah satu dari berbagai kabupaten di Indonesia yang kemudian melalui Surat Keputusan (SK) Bupati tertanggal tangal 22 Desember 2021.
Bupati Lembata melantik sekitar 144 Kepala Desa yang terpilih secara sah melalui mekanisme pemilihan Kepala Desa serentak juga menyisihkan polemik pasca pelantikan dalam menjalankan roda Pemerintahan Desa.
Dimana ketika Kepala Desa Bareng berupaya untuk menjalankan roda administrasi yang berbasis digital kemudian terhambat dalam pelaksanaannya sehingga memilih untuk memberhentikan Perangkat Desa.
Kewenangan memberhentikan Perangkat Desa secara tegas diberikan oleh peraturan Perundang-undangan terhadap Kepala Desa yang kemudian direduksi oleh Keputusan Camat Buyasuri dengan mencabut keputusan Kepala Desa melalui surat Nomor Kec.Bys/148/286/vi/2022 Tentang Pembatalan Pemberhentian Perangkat Desa.
Kendati demikian tentu menimbulkan pertanyaan bahwa, apakah keputusan Kepala Desa Bareng merupakan keputusan Tata Usaha Negara dan apakah Camat Buyasuri memiliki kewenangan membatalkan Keputusan Kepala Desa Bareng?
Dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan bahwa “Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”.
Penetapan tertulis yang dimaksud adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sebagaimana yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Bareng yaitu Keputusan Nomor Pem/140/113/v/2022 tertanggal 30 mei 2022 beserta lampirannya tentang pemberhentian Perangkat Desa.
Sebab Kepala Desa Bareng adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku yang berisi Tindakan Hukum Tata Usaha Negara berupa perbuatan hukum Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban orang lain.
Berwujud tertentu dan terdapat perbuatan nyata berupa tindakan Kepala Desa Bareng yang memberhentikan Perangkat Desa Bareng, Kecamatan Buyasuri, Kabupaten Lembata sebagaimana dimaksud, ditujukan kepada Perangkat Desa, tertuang dalam Keputusan beserta lampiran nama-nama perangkat desa sudah defenitif dan menimbulkan suatu akibat hukum yaitu hilangnya hak dan kewajiban dalam menjalankan Pemerintahan Desa.
Berangkat dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Bareng merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang bentuk penyelesaiannya apabila terjadi suatu persoalan secara administrasi maka jalan yang ditempuh adalah bukan dengan membatalkan keputusan Kepala Desa melalui surat pembatalan pula sebagaimana yang dikeluarkan Camat Buyasuri melainkan ada mekanisme sebagaimana termuat dalam Pasal 75 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan dengan bunyi Pasal 75 Ayat 1 dan 2.
“Ayat (1) Warga Masyarakat yang dirugikan terhadap Keputusan dan/atau Tindakan dapat mengajukan Upaya Administratif kepada Pejabat Pemerintahan atau Atasan Pejabat yang menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan;
“Ayat (2) Upaya Administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. keberatan; dan;
b. banding;
Dengan demikian, Camat tidak memiliki kepentingan lansung untuk membatalkan Keputusan Kepala Desa dengan dalail pengawasan, dan Pembatalan Keputusan Kepala Desa Oleh Camat merupakan bentuk dari Abuse Of Power. apalagi camat bukanlah atasan dari Kepala Desa.
Sebab jika ditelusuri berbagai peraturan perundang-undangan, diantaranya Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2017 tentang perubahan atas Peraturan Mentri Dalaam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, Peraturan pelaksana seperti Perda Nomor 8 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Desa, Perda Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, Perbup Nomor 48 tentang Pengangkatan Perangkat Desa, tidak ditemukan aturan yang menyatakan bahwa Camat memiliki kewenangan untuk membatalkan Keputusan Kepala Desa.
Untuk itu keputusan Kepala Desa Bareng dapat dijalankan terlebih dahulu sebagaimana Asas Vermoden Van Rechmatigheid yang menyatakan bahwa setiap Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan dalam hal ini keputusan Kepala Desa Bareng tentang Pemberhentian Perangkat Desa harus dianggap benar menurut hukum karena dapat dilaksanakan terlebih dahulu sebelum dibuktikan sebaliknya, dan dinyatakan oleh Hakim Administrasi sebagai keputusan yang bersifat melawan hukum.
Karena kewenangan untuk membatalkan Keputusan Kepala Desa berdasarkan Pasal 47 hanyalah Pengadilan Tata Usaha Negara. Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, mengatur yakni: “Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara”.
Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, mengatur yakni : “Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Sehingga dapat kita ketahui bersama bahwa yang keputusan Kepala Desa Bareng adalah merupakan Prodak Hukum berupa Keputusan Tatat Usaha Negara yang hanya bisa dibatalkan melalui Keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara. (Thamrin)