Perkelahian orang-orang terhormat di gedung yang seharusnya steril dari prilaku yang tidak terhormat menjadi viral di media dan menjadi sorotan publik dimana-mana, hingga menuai banyak sorotan dari segala penjuru negeri.
Berita dari kejadian ini telah menyeret nama baik Kab. Takalar keluar dari Marwahnya sebagai negeri yang dari rahimnya lahir para petarung sejati yang tidak pernah ragu mengorbankan kepentingan pribadi, keluarga dan golongannya demi rakyat dan Tanah Tumpah Darahnya.
Peristiwa di gedung DPR, Kab. Takalar adalah sebuah pertunjukan yang sama sekali tidak mencerminkan karakter orang Takalar yg sesungguhnya.
Setelah merenungkan kejadian ini berhari-hari dan beritanya yang sudah meluas, maka penulis sebagai orang yang tali pusarnya bersemayam di tanah para petarung ini ( Polongbangkeng).
Merasa tergugah sekaligus merasakan kekecewaan yang sangat dalam. Karena disaat penulis hanya berharap pada orang-orang terhormat ini, untuk tetap berdiri digaris terdepan menjaga harkat dan martabat Tanah Air yang saya banggakan ini.
Justru mereka menorehkan Citra Buruk. Inilah alasan penulis untuk mengungkap pikiran dan perasaan melalui tulisan ini. Dengan harapan agar citra buruk ini tidak menjadi NODA yg mencoreng kebesaran sejarah peradaban orang-orang Takalar yang telah dibangun dengan tetesan darah dan keringat yang berujung pada kematian dan Pembuangan orang-orang Polongbangkeng, orang-orang Galesong, Orang-orang Sanrobone dan Orang-orangLaikang.
Kalau berita yg memuat tulisan bahwa terjadi pemukulan terhadap anggota DPR Kab. Takalar di Gedung DPR Kab. Takalar benar adanya maka itu adalah Noda bagi orang Takalar. Karena pemahaman penulis tentang sejarah orang-orangTakalar dalam kamus yang mereka pegang tidqk ada kata dipukul, yang ada itu, kata Pertarungan yang maknanya disederhanakan menjadi Perkelahian apalagi kalau ini terjadi padaTokoh.
Dan kalau ini terjadi pada generasiku di masa sesudahku, kata leluhur orang Takalar dalam pesan Lontara, maka mereka bukanlah dari garis keturunanku. Dan kalau secara genetik dia lahir dr garis yang mengalir darahku pada dirinya, maka mereka itu tidak berhak jadi pewarisku karena mereka telah kehilangan karakterku .
Peringatan keras ini membuat penulis harus mencari fakta kejadian yang obyektif, bukan untuk menemukan siapa yg salah dan siapa yang benar karena itu bukan kapasitas penulis. Tetapi untuk kepentingan kosakata pada kamus lama untuk ditambahkan kata baru pada kamus yang baru untuk rujukan orang-orangTakalar.
Dan fakta yang penulis dapatkan di lapangan, ternyata tidak perlu menambahkan kata baru dalam kamus orang-orang Takalar yaitu kata “dipukul” karena faktanya yang terjadi di gedung DPR itu adalah “PERKELAHIAN” bukan pemukulan.
Selanjutnya penulis menghimbau kepada para pihak untuk tidak menjadikan peristiwa ini sebagai menu propaganda untuk kepentingan tertentu demi keutuhan orang-orang Takalar dan wilayahnya.
Cukup sampai disini, dan selanjutnya biarkan pihak yang berwenang yang menuntaskannya di rana hukum. Untuk meringankan rasa kecewa kita sebagai orang Takalar bahwa kejadian ini murni kriminal yang terpicu dr luapan emosi yang tidak terbendung dari kedua belah pihak sehingga terjadilah benturan (perkelahian) yang mestinya tidak perlu terjadi apalagi pada orang-orang terhormat ini.
Tetapi sekali lagi bahwa orang-orang terhormat ini juga adalah manusia biasa yang pada dirinya tidak luput dari hilaf dan salah, semoga kejadian ini menjadi pelajaran yang berharga bagi kita semua utamanya bagi wakil rakyat Kab.Takalar yg terhormat untuk dipetik hikmahnya agar lebih mawas diri dalam bersikap dan berprilaku untuk kebaikan bersama, terkhusus orang Kab. Takalar.
Sekali lagi mari kita menanggapi peristiwa ini sebagai hal yang wajar sebagai manusia biasa dan bisa terjadi bagi siapa saja. Sehing ga tidak ada jaminan peristiwa seperti ini tidak akan menimpa pihak yang beraksi keras mengutuk kejadian ini.
Dan bagi pribadi penulis sebagai orang yang kecewa pada awalnya atas peristiwa ini, setelah mencoba menemukan beberapa alasan kuat yang menjadi pemicunya, mencoba memahaminya maka sebagai manusia biasa saya harus berbesar hati untuk menghilangkan rasa kecewa saya.
Terkhusus kepada para pihak yang terlibat kalau boleh saya sarankan untuk berjiwa besar menerima kejadian ini sebagai bagian dari pelajaran untuk berbenah menjadi lebih baik dimasa yang akan datang. Kalau bisa jadikan bulan suci Ramadhan tahun ini sebagai momentum untuk memperbaiki diri dan saling memaafkan janganlah diantara kita ada yang merasa lebih baik dan lebih benar dari yang lain. Karena kebenaran itu adalah milik Allah, semoga keberkahan bagi orang-orang yang saling memaafkan, senantiasa, Allah curahkan kepada mereka.
Mengakhiri tulisan ini, penulis mengingatkan kembali pesan dari orang-orang bijak, “Bahwa Orang Hebat itu bukanlah Orang yang mampu mengungkap kesalahan orang Lain, tetapi mereka yg mampu mengoreksi dirinya atas kesalahnya dan sanggup memaafkan orang lain yang telah menimpakan kesalahan kepadanya”.
Takalar, 26 Ramadhan 1442 Hijriah
Alimuddin Daeng Namba