Jermias Rarsina, Kuasa Hukum korban, Irawati Lauw menyayangkan putusan Majelis Hakim dalam perkara dugaan tindak pidana perusakan ruko yang telah menetapkan Edy Wardus sebagai terdakwa.
Di mana Edy Wardus yang diketahui berperan sebagai pemborong pekerjaan pembangunan ruko permanen berlantai 3 di Jalan Buru, Kelurahan Melayu, Kecamatan Wajo, Makassar hanya diganjar hukuman percobaan oleh Majelis Hakim.
“Putusannya sangat janggal yakni terdakwa hanya dapat hukuman percobaan. Sementara tindak pidana yang dikenakan kepada terdakwa adalah tindak pidana kekerasan dan juga dalam putusannya dijelaskan cara-cara melakukan kekerasan yakni membetel, menggunakan palu-palu. Jadi kesimpulannya ada kekerasan fisik yang terjadi terhadap barang atau benda. Nah jarang terjadi ada kekerasan fisik pada suatu benda tapi hanya diberi hukuman percobaan,” kata Jermias menanggapi putusan Majelis Hakim yang hanya memberikan hukuman kepada terdakwa perusakan ruko yakni 10 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun, Rabu (28/4/2021).
Tak hanya itu, ia juga mengaku jika putusan Majelis Hakim mengabaikan fakta-fakta hukum yang telah terjadi dalam persidangan. Di mana faktanya, terdakwa dalam membangun sebuah ruko permanen tidak memiliki keahlian tapi semata hanya bermodal pengalaman dan tidak mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
“Dari sisi keseimbangan, putusan Majelis Hakim jelas sangat janggal. Masa sih sudah jelas terjadi kekerasan fisik terhadap sebuah barang atau benda dan ditambah lagi delik kejahatannya cukup kental karena dalam membangun tidak memiliki IMB lantas kemudian hanya diberi hukuman percobaan. Tidak ada dalam sejarah terjadi demikian,” jelas Jermias.
Meski di sisi lain, Ia mengaku salut dengan adanya pertimbangan Majelis Hakim dalam putusannya tadi yang menyatakan bahwa pemilik ruko atau pemberi pekerjaan pemborongan juga dinyatakan turut serta dalam perbuatan pidana yang terjadi.
“Di mana pemilik ruko meminta pemborong pekerjaan (terdakwa) mengerjakan pembangunan rukonya sementara ia ketahui terdakwa sendiri sama sekali tak memiliki keahlian di bidang yang dimaksud. Sehingga pekerjaan pembangunan ruko yang dilaksanakan menimbulkan kerusakan terhadap barang atau benda milik orang lain (rumah korban),” terang Jermias.
Ia berharap dengan putusan Majelis Hakim yang hanya memberikan hukuman percobaan kepada terdakwa, maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebaiknya melakukan upaya perlawanan dengan mengajukan memori banding ke Pengadilan Tinggi Makassar.
“Saya kira JPU harus banding atas putusan Majelis Hakim yang sangat janggal tersebut,” ucap Jermias.
Terpisah, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sulsel, Ridwan Saputra mengatakan pekan ini pihaknya segera mengajukan upaya hukum banding atas putusan Majelis Hakim tersebut.
“Tadi kami dikasih waktu berpikir-pikir dulu oleh Majelis Hakim. Insya Allah 7 hari ke depan kami segera banding. Putusannya betul sama dengan besaran tuntutan yang kami berikan kepada terdakwa hanya saja kami tidak sepakat dengan adanya masa hukuman percobaan. Itu yang menyebabkan kami banding,” terang Ridwan.
Sekedar diketahui, sebelumnya tim JPU Andi Syahrir telah menjelaskan pertimbangan pihaknya menuntut terdakwa dengan pasal 406 KUH Pidana. Hal itu kata dia, karena ada perbedaan peranan atau bukan kekuatan bersama antara pemberi pekerjaan alias pemilik ruko (Jemis Kontaria) dengan terdakwa Edy Wardus.
“Jadi peranannya berbeda, Jemis yang punya uang sedangkan Edy Wardus sebagai pemborong,” kata Syahrir.
Akan tetapi, kata dia, pada saat pelaksanaan pembangunan terjadi perusakan dan mereka tahu buktinya apa. Yang pertama, mereka ada di lokasi pada waktu korban menyampaikan ada perusakan. Kemudian mereka berdua datang kepada korban meminta maaf.
“Tak hanya itu, pembangunan dilakukan tanpa memiliki dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Betul ada pengakuan terdakwa jika dia yang mengurus IMB tapi faktanya tak ada dokumen IMB yang dimaksud,” terang Syahrir sebelumnya.
Berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan, tim JPU memberikan tuntutan pidana selama 10 bulan kurungan dan dikurangi dengan masa penahanan kota.
“Tuntutan kita itu 10 bulan penjara sebagaimana dalam pasal 406 KUH Pidana,” jelas Syahrir sebelumnya.
Dalam persidangan sebelumnya, terdakwa Edy Wardus mengakui telah bekerja di rumah Jemis Kontaria sejak bulan Maret 2017.
Ia mengatakan telah memborong pekerjaan pembangunan rumah milik Jemis Kontaria berdasarkan kontrak kerja.
“Nilai kontraknya itu Rp1 miliar lebih,” kata Edy dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Burhanuddin.
Dalam membangun rumah Jemis, ia mengaku telah mengerjakan seluruh kegiatan yang meliputi baik gambar bangunan, bahan material hingga pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB).
Mengenai persoalan gambar bangunan, ia mengatakan hanya berdasarkan pada pengalamannya selama ini.
“Soal IMB juga, Jemis percayakan saya mengurusnya. Itu tanpa surat kuasa,” akui Edy.
Mengenai peralatan yang digunakan dalam membangun rumah milik Jemis di atas lahan kosong, Edy mengatakan menggunakan sejumlah alat. Diantaranya ada betel, palu-palu, sekop, mesin betel listrik merek hammer.
“Nanti selesai membangun, baru ada masalah. Anak dari pemilik rumah di sebelahnya, Irawati Lauw komplain,” ucap Edy.
Ia pun mengaku sempat bersama Jemis Kontaria (pemberi pekerjaan) mendatangi Irawati Lauw di tokonya di Jalan Irian, Kota Makassar untuk meminta maaf atas kesalahan yang ada.
“Tapi Irawati Lauw langsung melapor ke Polisi,” ujar Edy.
Saat ditanya, apakah alat yang digunakan seperti mesin betel listrik berpengaruh atau berdampak menyebabkan keretakan pada tembok rumah yang berada di sebelahnya, Edy menjawab tidak.
“Kalau soal papas tembok, itu karena Irawati Lauw ingin melihat batas tembok,” kilah Edy menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Saputra.
Mengenai bagian bangunan milik Jemis yang dibangun olehnya menduduki tembok rumah yang ada di sebelahnya, Edy mengatakan itu merupakan inisiatifnya sendiri.
“Yang miring itu temboknya Irawaty, sehingga saya membangun meluruskan saja bagian atasnya. Itu saya lakukan dengan inisiatif sendiri bukan atas suruhan Jemis,” terang Edy.
Kronologi Awal
Sekedar diketahui, perkara pidana dugaan perusakan ruko milik Irawati Lauw itu awalnya ditangani Kepolisian Sektor Wajo dengan menetapkan beberapa orang buruh yang dipekerjakan oleh Almarhum Jemis Kontaria menjadi tersangka.
Jemis pun mencoba membela para buruhnya dengan melakukan upaya hukum praperadilan ke Pengadilan Negeri Makassar. Hakim tunggal, Cenning Budiana, yang memimpin sidang praperadilan kala itu menerima upaya praperadilan yang diajukan oleh para buruh.
Perkara itu pun akhirnya berhenti (SP3). Namun kasus ini kembali dilaporkan ke Polda Sulsel dan akhirnya ditetapkanlah Jemis Kontaria selaku pemberi pekerjaan dan Edy Wardus Philander selaku pemborong pekerjaan sebagai tersangka.
Keduanya pun juga sempat mengajukan upaya praperadilan ke Pengadilan Negeri Makassar. Namun sidang praperadilan yang dipimpin Hakim tunggal Basuki Wiyono menolak gugatan dan menyatakan status keduanya sebagai tersangka dinyatakan sah secara hukum dan memerintahkan agar penyidikannya segera dilanjutkan.
Namun berkas perkara sempat tak kunjung rampung alias 6 tahun bolak-balik antara JPU dan penyidik Polda Sulsel. Korban pun sempat menyurat ke Komisi Kejaksaan hingga Komisi Perpolisian agar perkaranya bisa mendapat atensi dan akhirnya memasuki tahun keempat barulah dinyatakan rampung dan saat ini sedang bergulir di Pengadilan Negeri Makassar. (Tamrin/Eka)