Penyidik Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel diminta tak menutup mata akan peran Ulil Amri dalam kasus dugaan korupsi sewa lahan negara Buloa.
“Ulil diduga berperan membuat seluruh perjanjian terkait sewa lahan negara di Kelurahan Buloa serta diduga sebagai aktor intelektual dibalik semuanya. Sehingga Kejati harus mendalami itu,” ucap Farid Mamma, Direktur Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (Pukat) Sulsel, Selasa (17/12/2019).
Farid berharap penyidik Kejati Sulsel terus mengembangkan penyidikan dugaan korupsi penyewaan lahan negara di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar yang tak hanya menjerat Soedirjo Aliman alias Jentang dan tiga orang tersangka sebelumnya yakni Rusdin, Jayanti dan M. Sabri.
“Masih banyak peranan pihak lain dalam kasus ini. Jadi penyidik harus seret semuanya tidak boleh pilih kasih,” ucap Farid.
Salah satu menurutnya, yakni peranan Ulil Amri yang sejak awal diketahui aktif dalam proses pengurusan hingga terjadinya transaksi pembayaran uang sewa lahan yang kemudian dinyatakan bermasalah dan telah menimbulkan kerugian negara sebagaimana didukung oleh hasil audit pihak Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel.
Lahan yang disewakan Jentang cs tersebut ternyata diketahui berstatus sebagai lahan negara dan segala aktifitas sewa lahan yang terjadi dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum atau pidana.
“Dalam awal penyelidikan hingga penyidikan bahkan fakta sidang, jelas mengungkap peranan Ulil Amri yang selalu aktif dalam proyek diduga melawan hukum tersebut. Sehingga patut unsur turut sertanya didalami oleh penyidik,” terang Farid.
Ulil Amri Bisa Dijerat Pasal 55 dan 56 KUHP
Menurut Farid yang dimaksud dengan penyertaan (deelneming) adalah semua bentuk-bentuk penyertaan yang ditentukan dalam Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dari rumusan kedua pasal diatas dapat disimpulkan bahwa ada lima golongan peserta tindak pidana, yaitu yang melakukan perbuatan (plegen, dader), yang menyuruh melakukan perbuatan (doen plegen, middelijke dader), yang turut melakukan perbuatan (medeplegen, mededader), yang membujuk supaya perbuatan dilakukan (uitlokken, uitlokker) dan yang membantu perbuatan (medeplichtig zijn,medeplichtige).
Khusus melihat kasus buloa sendiri, kata Farid, dimana dapat dimulai dari melihat adanya keterlibatan beberapa orang dalam hal terjadinya perikatan perjanjian sewa menyewa lahan negara dalam sebuah kontrak kerjasama yang kemudian dinyatakan sebagai perbuatan dugaan tindak pidana.
Minimal keterlibatan beberapa orang yang dimaksud dalam hal itu diantaranya kehadiran Ulil Amri sendiri, perlu dibuktikan adanya unsur kesengajaan yang menurut teori hukum, kata Farid, terbagi dalam empat hal yakni kesengajaan sebagai niat atau maksud, kesengajaan dengan sadar kepastian, kesengajaan dengan sadar kemungkinan dan kesengajan sebagai mengetahui dan menghendaki atau disebut willens en wetens.
“Saya tidak bermaksud menjustifikasi, Tapi untuk buktikan niat atau maksud itu memang agak sulit karena hanya terlihat dari perbuatan pelaksanaannya ,”ucap Farid.
Namun, lanjut dia, minimal jika seseorang melihat atau mengetahui ada sebuah peristiwa pidana terjadi, sementara ia tidak bersikap atau minimal mengambil tindakan sehingga peristiwa pidana yang dimaksud itu tercipta, maka berdasarkan teori hukum unsur kesengajaan sebagai mengetahui dan menghendaki (willens en wetens) itu sudah tercapai.
“Apalagi orang lain yang dimaksud seperti dalam kasus buloa itu merupakan seorang yang memahami hukum atau kuasa hukum misalnya. Maka unsur willens en wetens itu terpenuhi ,” ungkap Farid.
Sebelumnya, dalam berkas perkara buloa jilid 1 yang telah mendudukkan Asisten 1 Pemkot Makassar, M. Sabri sebagai terdakwa terungkap sejumlah nama penting.
Nama-nama tersebut diantaranya ada owner PT Jujur Jaya Sakti, Soedirjo Aliman alias Jentang Bin Liem Eng Tek yang kemudian juga telah ditetapkan sebagai tersangka, dan laywer senior Ulil Amri.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Irma Arriani, dalam berkas dakwaan menyebut, Jentang dan Ulil hadir disemua pertemuan proses sewa lahan negara tersebut.
Proses terjadinya penyewaan lahan negara di sebut terjadi setelah difasilitasi Sabri, yang mempertemukan pihak penyewa PT Pelindo dan PT Pembangunan Perumahan (PP) dengan Rusdin dan Andi Jayanti Ramli selaku pengelola tanah garapan yang juga berstatus terdakwa dalam perkara ini.
Bukti keduanya adalah pengelola tanah garapan didasari surat keterangan tanah garapan register nomor 31/BL/IX/2003 yang diketahui oleh Lurah Buloa Ambo Tuwo Rahman dan Camat Tallo AU Gippyng Lantara nomor registrasi 88/07/IX/2003 untuk Rusdin, sementara Jayanti nomor registrasi 30/BL/IX/2003 saksi lurah dan camat nomor registrasi 87/07/IX/2003 dengan luas 39.9 meter persegi.
Pada pertemuan pertama turut dihadiri Jentang selaku pimpinan Rusdin dan Jayanti yang bekerja di PT Jujur Jaya Sakti serta Ulil Amri yang bertindak sebagai kuasa hukum keduanya.
“Pertemuan pertama terjadi pada 28 Juli 2015 bertempat di ruang rapat Sabri selaku Asisten 1. Pada pertemuan itu terjadi negosiasi antara kedua belah pihak,” terang Irma.
Kemudian lanjut pada pertemuan kedua pada tanggal 30 Juli 2015. Dimana Jentang dan Ulil Amri kembali hadir bersama Rusdin yang bertindak mewakili Jayanti. Dalam pertemuan itu disepakati harga sewa lahan negara Buloa senilai Rp 500 Juta atau lebih rendah dari tawaran Jentang cs yang meminta nilai Rp1 Miliar.
Draf sewa lahan akhirnya disetujui dalam pertemuan berikutnya di ruko Astra Daihatsu Jalan Gunung Bawakaraeng. Dalam pertemuan ini kembali dihadiri oleh Jentang, Ulil Amri dan Rusdin mewakili Jayanti.
Akhirnya pada tanggal 31 Juli 2015 di Kantor Cabang Mandiri, PT PP melakukan pembayaran terhadap Rusdin dan Jayanti yang juga kembali dihadiri oleh Jentang dan Ulil Amri. Uang senilai Rp 500 Juta itu pun di terima Rusdin namun di bagi dua dengan Jayanti Ramli. (Nirwan/Hakim)