Kedai-Berita.com, Makassar– Sejumlah aktifis anti korupsi di Sulsel mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar segera berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk melacak keberadaan Soedirjo Aliman alias Jentang, buronan kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang disinyalir kuat berada di Jakarta.
“Kami sangat yakin Jentang berada di Jakarta. Dia kan barusan mengangkat kuasa kepada kantor Advokat Yapto di Jakarta dalam menghadapi sidang gugatan Peninjaun Kembali (PK) atas dugaan pidana pemalsuan dokumen yang menjeratnya,” kata Kadir Wokanubun, Wakil Direktur Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Selasa (17/7/2018).
Seharusnya, kata Kadir, Kejati Sulselbar dapat memanfaatkan informasi keberadaan Jentang melalui tim penasehat hukumnya yang baru saja diberi kuasa dalam menghadapi sidang PK dugaan pidana pemalsuan dokumen tersebut.
“Tidak mungkin mereka tak mengetahui keberadaan Jentang karena angkat kuasa itu dilakukan sendiri oleh Jentang. Jadi sebaiknya Kejati ambil keterangan penasehat hukumnya untuk mengetahui keberadaan Jentang yang telah berstatus buron,” terang Kadir.
Siapa pun yang menghalangi proses hukum yang sedang dilakukan apalagi terkait dengan pidana korupsi, kata Kadir, Kejati bisa tegas dengan mengacu pada Pasal 21 Undang-Undang (UU) No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebelumnya, Kejati Sulselbar menetapkan Jentang sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga berasal dari pidana awal yakni dugaan tindak pidana korupsi penyewaan lahan negara Buloa.
Ia dinilai berperan sebagai aktor utama dibalik terjadinya kerugian negara dalam pelaksanaan kegiatan penyewaan lahan negara yang terdapat di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar.
Penetapan dirinya sebagai tersangka pun telah dikuatkan oleh beberapa bukti diantaranya bukti yang didapatkan dari hasil pengembangan fakta persidangan atas tiga terdakwa dalam kasus dugaan korupsi sewa lahan negara Buloa yang sedang berproses di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar. Ketiga terdakwa masing-masing M. Sabri, Rusdin dan Jayanti.
Selain itu, bukti lainnya yakni hasil penelusuran tim penyidik dengan Pusat Pelatihan dan Aliran Transaksi Keuangan (PPATK). Dimana dana sewa lahan diambil oleh Jentang melalui keterlibatan pihak lain terlebih dahulu.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar yang masih dijabat oleh Jan S Maringka saat itu mengatakan Jentang diduga turut serta bersama dengan terdakwa Sabri, Rusdin dan Jayanti secara tanpa hak menguasai tanah negara seolah-olah miliknya sehingga PT. Pembangunan Perumahan (PP) Persero selaku Pelaksana Proyek Makassar New Port terpaksa mengeluarkan uang sebesar Rp 500 Juta untuk biaya penyewaan tanah.
“Nah dana tersebut diduga diterima oleh tersangka melalui rekening pihak ketiga untuk menyamarkan asal usulnya ,”kata Jan dalam konferensi persnya di Kantor Kejati Sulselbar, Rabu 1 November 2017.
Kata Jan, penetapan Jentang sebagai tersangka juga merupakan tindak lanjut dari langkah Kejati Sulselbar dalam mengungkap secara tuntas dugaan penyimpangan lain di seputar lokasi proyek pembangunan Makassar New Port untuk mendukung percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional tersebut.
“Kejati Sulselbar akan segera melakukan langkah-langkah pengamanan aset untuk mencegah terjadinya kerugian negara yang lebih besar dari upaya klaim-klaim sepihak atas tanah negara di wilayah tersebut ,”tegas Jan.
Atas penetapan tersangka dalam penyidikan jilid dua kasus buloa tersebut, Kejati Sulselbar pun mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka koordinasi penegakan hukum.
“Tersangka (Jentang) kita jerat dengan Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 3 dan Pasal 4 UU No. 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ,” Jan menandaskan. (Said/Hakim)