Kedai-Berita. com, Takalar– Pencopotan serentak seluruh Kepala Lingkungan se-Kelurahan Pattene, Kecamatan Polongbangkeng Selatan (Polsel) oleh Camat mendapat respon keras dari tokoh masyarakat dan anggota DPRD Kabupaten Takalar.
Kedua kalangan tersebut menilai langkah pencopotan serentak yang dilakukan oleh Camat Polongbangkeng Selatan (Polsel) melalui Surat Keputusan (SK) bernomor 25 tahun 2018 yang ditetapkan di Bulukunyi dan ditanda tangani langsung oleh Camat, Hijrah, Senin, 2 April 2018 telah melabrak Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 83 tahun 2015 tentang pengangkatan dan penghentian perangkat desa.
Tak hanya itu, langkah pencopotan yang dinilai sepihak tersebut, juga terkesan syarat kepentingan politis dan dapat membuat kegaduhan di tengah masyarakat.
Seorang tokoh masyarakat Kelurahan Pattene, Maggarisi Saiye saat ditemui di alun-alun Kota Paririsi Kabupaten Takalar, Minggu (22/4/2018) mengatakan sebagai orang asli daerah Pattene, ia sangat prihatin melihat kondisi masyarakat Pattene pasca SK pencopotan serentak Kepala Lingkungan se-Kelurahan Pattene diterbitkan oleh Camat Polsel.
Kata dia, masyarakat kini terpecah menjadi dua kelompok dan saling mencurigai.
“Kegaduhan seperti itu tidak akan terjadi kalau Camat Polsel taat azas dan memperhatikan kebiasaan dan budaya yang hidup dan berkembang di masyarakat Pattene khususnya,” terang Daeng Nyau sapaan akrab Maggarisi Saiye itu.
Seharusnya, lanjut Daeng Nyau, Camat Polsel menyadari bahwa tahun 2018 dan 2019 merupakan tahun politik, sehingga menjadi pertimbangan besar untuk tidak seenaknya melakukan hal-hal yang dapat memancing kegaduhan di tengah masyarakat.
“Karena kita semua punya kewajiban menjaga agar suasana tetap kondisif,” ucap Daeng Nyau yang juga diketahui menjabat sebagai Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) perwakilan Kabupaten Takalar itu.
Jika persoalan ini terus berlarut tanpa segera dicarikan upaya penyelesaian, maka jangan salahkan masyarakat ketika nantinya tak lagi menghargai pemimpinnya.
“Pemantiknya tentu pemimpin itu sendiri, karena tidak menghargai masyakatnya,” tutur Daeng Nyau.
Sementara, Wakil Ketua DPRD Takalar, Muh Idris Leo, yang ditemui di rumahnya Jalan Rajawali Makassar, Minggu (22/4/2018) menjelaskan bahwa fenomena pencopotan serentak Kepala Lingkungan dan Kepala Dusun nyaris terjadi di semua wilayah Kabupaten Takalar. Mestinya, kata dia, hal ini tak terjadi dan semua pihak harus bekerja dan bertindak sesuai aturan yang berlaku.
“Jika merujuk pada Permendagri Nomor 83 tahun 2015 tentang pengangkatan dan penghentian perangkat desa, maka penghentian Kepala Lingkungan itu domain Kepala Desa atau Lurah,” jelas Leo.
Pengangkatan perangkat desa, kata dia, dilakukan oleh Kepala Desa dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang ada serta memenuhi ketentuan umum dan ketentuan khusus seperti yang diatur dalam Permendagri.
“Ketentuan umum yang dimaksud disini mengenai usia dan tingkat pendidikan. Sedangkan ketentuan khusus terkait pertimbangan budaya setempat yang ada,” urai Leo.
Bersandar pada penjelasan Permendagri tersebut, maka kasus pencopotan serentak Kepala Lingkungan se-Kelurahan Pattene oleh Camat Polses, dapat dinilai telah melabrak aturan dalam hal ini Permendagri yang dimaksud.
“Kalau melihat kenyataannya, jelas bahwa pencopotan serentak yang dilakukan Camat melabrak Permendagri,” ujar Leo.
Sementara, Camat Polongbangkeng Selatan (Polsel), Hijrah berusaha dikonfirmasi via pesan singkat whatsApp, memilih tidak menanggapi meski pesan singkat yang dikirimkan tampak telah dibaca. (Said/Kha)